Selasa, 25 September 2012

Gout Ditinjau Dari Katabolisme Purin: Studi Kasus Kimia Medisinal


Gout Ditinjau Dari Katabolisme Purin


Menurut Price dan Wilson (1992) gout adalah peningkatan konsentrasi asam urat (hyperuricemia) di dalam darah yang sering menjadi indikasi adanya rasa linu di daerah persendian yang disertai timbulnya rasa nyer, ngilu dan sakit karena penimbunan sodium urat secara abnormal. Asam urat adalah produk akhir yang dieksresi  dari katabolisme purin pada hewan primata. Akan tetapi, pada banyak vetebrata asam urat mengalami katabolisme lanjutan menjadi produk eksresi alantoin oleh urat oksidase (Lehninger, 1982) maka untuk mempelajari mekanisme gout dapat dilakukan pendekatan dengan meninjau mekanisme katabolisme purin. Meekanisme katabolisme purin dijelaskan sebagai berikut:

Gambar 1. Lintas Katabolisme Purin (Lehninger, 1982)
Nukleotida purin diuraikan melalui suatu lintas metabolism (Gambar 1) di mana gugus fosfat dibebaskan oleh 5’-nukleotidase. Adenilat menghasilkan adenosine yang kemudian mengalami deaminasi menjadi inosin. Inosin kemudian dihidrolisis menghasilkan basa purin hipoksantin dan D-ribosa. Hipoksanantin dioksidasi berturut-turut menjadi xantin kemudian asam urat oleh xantin oksidase.
Katabolisme GMP juga menghasilkan asam urat sebagai produk akhir. GMP pertama-tama dihidrolisis menjadi nukleosida guanosin, yang kemudian diuraikan menjadi guanine bebas. Guanine  mengalami pembebasan hidrolitik gugus aminonya menhasilkan xantin, yang diubah menjadi asam urat oleh xantin oksidase.
Dari pendekatan katabolisme purin di atas diketahui bahwa yang berperan penting dalam pembentukan asam urat adalah adanya xantin oksidase, maka pengobatan pada kasus gout dapat dilakukan dengan menghambat aktivitas xantin oksidase dengan inhibitor yang kompetitif dan spesifik. Inhibitor yang diketahui spesifik untuk xantin oksidase adalah alopurinol sehinggah muncullah obat sintetik ini yang beredar di pasaran sampai sekarang.
Fakta-fakta lain mengenai gout adalah pengaruhnya terhadap ginjal yang disebabkan kelebihan molekul asam urat yang juga disimpan dalam tubula ginjal dan tidak dieksresikan (Lehninger, 1982). Selain itu sebab-sebab gaout secara terinci belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga disebabkan oleh difesiensi genetik pada salah satu enzim yang terlibat dalam metabolisme purin.


Kepustakaan :
Lehninger, A. L. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Terj. Thenawidjaja, M. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Price, P. A. dan Wilson, L. M. 1992. Gout, Pathofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Penerbit EGC. Jakarta.

Sabtu, 22 September 2012

Jakarta bersama OSN Pertamina 2011


                                   ......Jakarta bersama OSN Pertamina 2011
                                   ......ditulis dalam Testimony OSN Pertamina 2011

Kemenangan itu terjadi, Tujuh Oktober Dua ribu sebelas…
Tak seperti seorang juara, malah tersipu heran dan tak percaya
Ini benar-benar gila !!!
Benar-benar bukan diri saya
Ini adalah motivasi seseorang, dari dialah juara ini datang…
Beruntung..

Jakarta,,,
Terpijak juga kaki ini dengan keringat sendiri
Dengan langkah yang pasti,
Seolah tak mau tahu dengan ketiga orang ini :
Pricillia, Valdo dan Jerrol
Berjalan dan terus melangkah…
Dan akhirnya sadar bahwa mereka adalah bagian dari perjuangan ini,
Sahabat dan saudara…


Dia tak semewah yang lain
Tapi,
Dia adalah saksi dari betapa katronya saya “dengan peristiwa macetnya air”
Dia adalah saksi bahwa saya pernah ngigau sambil berteriak “210 nanometer”
Dia juga kadang jadi korban dari lantangnya suara saya  di kala hasrat penyanyinya kambuh”
Dia juga saksi bahwa saya pernah mengendarai “Sepeda Kuning 320”
Dia juga yang memberitahukan bahwa sahabat adalah tawa sepanjang masa…
ada rasa yang hinggap di hati, seseorang yang teramat manis.
Dan dia juga adalah saksi saat ada rasa dalam hati, seseorang yang teramat manis.


Dia adalah Makara…
Tempat berlindung saat jenuh dari perjuangan,
Tempat berbagi tawa 132 orang hebat
Istana bagi Empat Kerajaan Sains :
Matematika, Kimia, Fisika dan Biologi

Akhirnya sayapun mengerti,
Arti dari perjuangan ini :
Juara itu bisa dicari di mana saja,
Tapi memiliki 131 sahabat yang luar biasa cuma di sini
Olimpiade Sains Nasional Pertamina 2011

Sangat merindukan kalian
Regards
San Paris Mataputun

Kompleks Besi(III)EDTA : Unique Agent

Kompleks Besi(III)EDTA
Paper Kimia Anorganik III
San Paris Mataputun
Jurusan Kimia FMIPA Unsrat Manado

Senyawa koordinasi adalah senyawa kompleks yang terbentuk karena adanya ikatan antara ligan yang berperan sebagai donor pasangan elektron atau basa lewis dengan ion pusat  logam  yang berperan sebagai akseptor pasangan elektron atau asam lewis (Setyawati dan Irmina, 2010). Menurut Clyde dan Selbin (1985), senyawa kordnasi dapat dibedakan menjadi dua jenis. Jenis yang pertama adalah kompleks netral yaitu kompleks yang tidak memiliki muatan seperti [Fe(CO)5] dan [Pt(RNC)4], atau bisa juga berasal dari ion logam pusat yang dikelilingi oleh  ligan bermuatan berlawanan dalam jumlah yang netral seperti [Co(NH3)3], [Fe(aca)3] dan [Cr(gly)33]. Jenis senyawa koordinasi yang kedua adalah berupa berupa ion yang dalam hal ini paling sedikit satu dari antara ion tersebut harus merupakan ion kompleks (Clyde dan Selbin, 1985). Salah satu contoh dari kompleks ion adalah Besi(III)EDTA yang dapat disintesis dari senyawa FeCl3.6H2O dengan ligan EDTA dari Na-EDTA (Setyawati dan Irmina, 2010).

Nama dan Rumus Struktur Besi(III)-EDTA
Besi(III)EDTA dengan rumus molekul [Fe(HO2CCH2)2NCH2CH2N(CH2CO2H)2]- memiliki nama sistematik IUPAC Etilendiamintetraasetatferat(III) sering disebut juga ferric versenate. Senyawa kompleks Besi(III)-EDTA memiliki struktur oktahedral, dimana ada interaksi antara gugus fungsi pada EDTA dengan logam ion pusat Fe, dua atom N dan empat atom O dari ligan EDTA terletak pada pojok-pojok oktahedral. Dalam senyawa koordinasi, EDTA4– berperan sebagai ligan. EDTA4- mengikat kation logam besi melalui dua amina dan empat gugus O dari gugus karboksilat (Anonim, 2012).

Gambar 1. Struktur oktahedral Besi(III)EDTA
Sumber : Novyanti (2011)
Sifat Fisik dan Kimia
Dari hasil pengukuran dengan MSB (Magnetic Susceptibility Balance) diperoleh bahwa senyawa kompleks besi(III)-EDTA memiliki sifat kemagnetan 5,1 BM (Setyawati dan Irmina, 2010). Menurut Setyawati dan Irmina (2010), Senyawa kompleks ini bersifat asam dan larut dalam air. Selain itu EDTA merupakan ligan kuat, seharusnya bisa mendesak elektron pada orbital d  besi untuk berpasangan. Namun kenyataannya tidak demikian. Hal ini bisa dijelaskan bahwa meskipun EDTA termasuk ligan kuat tetapi bentuk molekul EDTA besar dan bulky sehingga pasangan elektron bebas dari ligan lebih memilih masuk pada orbital terluar atom pusat. Senyawa kompleks [Fe(EDTA)] juga merupakan salah satu senyawa kompleks besi yang stabil (Kstab = 25,1) karena membentuk khelat dengan EDTA (Svenson et al., 1989).
Tabel. 1. Karakteristik fisika dan kimia Besi(III)-EDTA
Berat molekul
344.05588 g/mol
Rumus molekul
C10H12FeN2O8-
Donor ikatan H
0
Akseptor ikatan H
10
Massa eksak
343.994307
Muatan formal
-1
Kompleksitas
293
Jumlah isotop
0
Titik didih
614.2 °C pada 760 mmHg
Titik lebur
325.2 °C pada 760 mmHg
Jumlah ikatan kovalen
2
Sumber : Pubchem (2012)

Sintesis Besi(III)-EDTA
Setyawati dan Irmina (2010) melaporkan bahwa senyawa kompleks ini dapat disintesis dengan mereaksikan besi(III) dari senyawa FeCl3.6H2O dengan ligan EDTA dari Na-EDTA. Sebelum melakukan sintesis senyawa kompleks maka dilakukan penentuan panjang gelombangmaksimum, perbandingan stoikiometri, serta pengaruh pH pada pembentukan senyawa kompleks. Dari hasil tersebut akan disintesis senyawa kompleks dengan melarutkan NaH2EDTA·H2O ke dalam air. Kemudian larutan dipanaskan sampai terbentuk larutan bening.Untuk menghilangkan kation Na+  maka larutan tersebut dilewatkan pada resin penukar kation Na+  sehingga didapatkan senyawa HEDTA. Larutkan besi(III) klorida heksa hidrat ke dalam air kemudian tambahkan ke dalam larutan EDTA dan diaduk. Kemudian larutan dipanaskan sampai terbentuk endapan. Selanjutnya larutan didinginkan dan endapan disaring dengan corong buchner. Endapan yang terbentuk dicuci dengan air dingin untuk menghilangkan ion Fe(III) yang tersisa. Kemudian produk dicuci dengan etanol dan dikeringkan pada kertas saring Whetman (Setyawati dan Irmina, 2010).
Dari penentuan stoikiometri diperoleh hasil bahwa perbandingan stoikiometri senyawa kompleks = 1: 1 dengan proses pembentukan senyawa kompleks dilakukan pada pH 6 (Setyawati dan Irmina, 2010).
Dari hasil sintesis yang dilakukan oleh Setyawati dan Irmina (2010) diperoleh padatan berwarna kuning dan senyawa hasil sintesis dikarakterisasi dengan spektroskopi UV-VIS, Infrared (IR) dan Magnetic Susceptibility Balance. Dari hasil analisis spektroskopi UV-VIS yang dilakukan diperoleh bahwa nilai panjang gelombang maksimumnya sebesar 398 nm sedangkan spektrum IR senyawa ini menunjukkan serapan khas vibrasi logam-ligan muncul pada serapan di bawah 500 cm.



Gambar 2. Spektra Uv-Vis Besi(III)EDTA (Setyawati dan Irmina, 2010).

Gambar 3. Spektra IR Besi(III)EDTA (Setyawati dan Irmina, 2010).

Aplikasi Besi(III)-EDTA
Senyawa kompleks Besi(III)EDTA dapat diaplikasikan sebagai garam untuk fortifikasi besi (Torres et a., 1979),  asam lewis dalam removal H2S (Horikawa et al., 2004), katalis heterogen (Setyawati dan Irmina, 2010)  maupun sebagai adsorber katalitik (Novyanti, 2011).
Torres et al. (1979) melaporkan bahwa kompleks Besi(III)EDTA dapat digunakan sebagai fortifikasi besi sebagai pengganti  zat besi dalam sayuran  dan memiliki keuntungan pada penyerapan dari keduanya. Dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa hanya sejumlah kecil zat besi dari garam ini, sekitar 10 mg/hari  diperlukan untuk mencegah anemia atau  kekurangan zat besi.
Dalam aplikasinya sebagai katalis heterogen digunakan pada reaksi sintesis vitamin E dengan materi pendukung MgF2 yang bersifat asam (Setyawati dan Irmina, 2010).  Senyawa kompleks ini bersifat asam dan larut dalam air sehingga memungkinkan untuk menempel kuat dalam pendukung MgF2 dan berada dalam fase yang berbeda dengan vitamin E yang disintesis. Untuk menambah daya katalitiknya maka katalis senyawa kompleks dapat diberi support MgF2 agar didapatkan luas permukaan yang lebih besar untuk mendistribusikan active site (Setyawati dan Irmina, 2010).
Peran sebagai adsorber katalitik baik dalam bentuk padat maupun cair, yakni sebagai media adsorber terhadap serapan gas H2S. data yang dilaporkan oleh Novyanti (2010) menunjukan bahwa tingkat kejenuhan adsorbs adalah pada waktu optimum 180 detik. Semakin besar volume Besi(III)EDTA semakin besar pula kemampuannya menyerap gas H2S.
Besi(III)EDTA juga telah diaplikasikan pada proses removal H2S. Konversi ini dilakukan dengan mengoksidasi hidrogen sulfida untuk elemen sulfur  yang bersifat nonvolatile seperti yang telah dilakukan oleh Horikawa et al. (2004) . Reaksi konversin dapat dituliskan sebagai berikut (Horikawa et al., 2004) :
2[Fe(EDTA)]-    +    H2S   →   2[Fe(EDTA)]2−  +  S  +  2H+


Daftar Pustaka
Anonim. 2012 :  http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/summary/summary.cgi?cid=197149&locc :  Computed Properties  of Iron(III)-EDTA,[diakses pada 5 Maret].
Clyde, D dan Joel. 1985. Kimia Anorganik Teori. Terjemahan Wisnu Susetyo. Gadjah Mada   University Press. Yogyakarta.
Horikawa, M., Rossi, Gimenes, Costa, da Silva. 2004. Chemical  Absorbtion of H2S for Biogas Purification. Brazilian Journal of Chemical Engineering. 21(03):415-422.
Novyanti, L. (2011). Sintesis Katalis Adsorber Besi(III)EDTA [skripsi]. FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Setyawati, H. dan Irmina. 2010. Sintesis Dan Karakterisasi Senyawa Kompleks Besi(III)-EDTA, Prosiding Seminar Nasional Sains 2010: Optimalisasi Sains Untuk Memberdayakan Manusia
Svenson, A., Kaj, L., Björndal, H. 1989. Aqueous Photolysis of Iron(III) complexes of  NTA,EDTA and DTPA. Chemosphere. 18(9):1805-1808
Torres, M, Egidio, Marta dan Miguel. 1979. Fe(III)-EDTA complex as iron fortification Further Studies. The American Journal of Clinical Nutrition. 32:809-816.